Sabtu, 20 September 2014

benarkah demikian ?

Dalam salah satu tayangan di stasiun televisi nasional digambarkan dalam  pendapat dari seorang  tenaga kependidikan yang ditanyai tentang kurikulum 2013, dan paparannya  gamblang dengan penuh keyakinan  mengatakan bahwa kurikulum 2013 adalah kurikulum yang akan membuat anak-anak bahagia, mereka akan senang dengan pembelajarannya, karena kurikulum 2013 memperhatikan jiwa anak-anak yang sedang belajar, guru pun akan senang.  Lantas benarkah? 
Atas dasar permasalahan yang dirasa semakin hari semakin beratlah yang menjadi dasar lahirnya kurikulum ini, ketika setiap insan pendidikan yang dirasa profesional berkumpul dan menuangkan ide dan gagasannya sehingga pada suatu waktu yang baik, dicetuskanlah kurikulum baru yang dinamakan kurikulum 2013. Sebuah kurikulum yang dipercaya menjadi ibu bagi generasi emas di masa depan. Berbagai pendidikan dan pelatihan di laksanakan mulai di tingkat pusat hingga di daerah daerah.  Tentu dengan target pelaksanaan kurikulum 2013 yang  optimal pada tahun 2015 maka bukan waktu yang lambat jika pelaksanaan  bimbingan teknis  harus sesegera dan sesering mungkin terlaksana.
Pemerintah sudah seyogyanya dituntut untuk memberi  jaminan kualitas pendidikan, dan atas kewajibannya inilah maka penentuan pembelajaran yang baik dibakukan dalam standar minimal pendidikan.  Mulaii dengan dibakukannya standar minimal sumber belajar yaitu dengan adanya buku siswa dan buku guru, standar minimal proses pembelajarannya yaitu dengan menganut 5 fase pembelajaan, dengan penilaian yang menyeluruh baik pada aspek spiritual, sosial, pengetahuan, maupun keterampilan. Lantas dengan berbagai standar  minimal yang demikian baik, apakah benar menyenangkan semua tenaga pendidikan?

Jumat, 19 September 2014

Model Kontekstual dalam Pembelajaran

BAB I
 PENDAHULUAN
    A.      Latar Belakang Masalah
Matematika berperan penting terhadap pengembangan daya berfikir siswa untuk menjadi manusia yang unggul, yaitu manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan umatnya (Adjie, 2006), cara berfikir dengan menggunakan nalar ini dikembangkan melalui pembelajaran matematika.
Pentingnya peranan matematika ini mendorong pemerintah sebagai lembaga makro untuk selalu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah dituntut untuk selalu berinovasi terhadap mutu pendidikan yaitu salah satunya dengan membekali kemampuan anak bangsa baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Sehingga penguasaan terhadap bidang matematika menjadi salah satu poin penting yang diperlukan dalam pencapaian tujuan pemerintah tersebut khususnya di sekolah dasar.
Pada dasarnya, setiap individu siswa berbeda, baik dalam cara belajarnya maupun dalam proses memahami konsep-konsep yang disampaikan, oleh karena itu guru dituntut untuk menyajikan konsep-konsep tersebut dalam suasana yang menyenangkan yang disesuaikan dengan perkembangan anak sekolah dasar, yang menurut Jean Piaget (Suwangsih) berada pada tahap operasi konkret (7-12 tahun).
Keterlibatan siswa secara total dalam pembelajaran ini penting guna ketercapaian hasil akhir yang sukses, hal inilah yang menjadi dasar penulis melakukan penelitian pada tahun 2010 mengenai salah satu materi dalam disiplin ilmu matematika yaitu pemahaman bangun datar di kelas III di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Sumedang dalam kurun waktu 5 bulan di mulai pada bulan Februari dan berakhir pada bulan Juni  dengan mengambil  judul penelitian yaitu “Penerapan Model Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Pembelajaran Konsep Keliling dan Luas pada Bangun Persegipanjang pada Siswa Kelas III SDN Citimun Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang.
   B.      Rumusan Dan Pemecahan Masalah
1.       Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan, perencanaan, dan pelaksanaan  model kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran konsep keliling dan luas pada bangun persegipanjang pada siswa kelas III Sdn Citimun Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang?
2.       Pemecahan Masalah
Berdasarkan data awal diperoleh hasil dari keseluruhan sampel siswa, yang tuntas adalah 2 orang yang artinya 90,9 dinyatakan tidak tuntas. Sehingga desain pembelajaran yang diperlukan sebagai bentuk alternatif pembelajaran adalah dengan penerapan model kontekstual yaitu melalui konteks denah. Melalui konteks denah siswa akan diajak dengan beragam strategi dan pendekatan merujuk pada pandangan Van Hiele (Subarinah, 2006; Maulana, 2007) yaitu untuk mengidentifikasi, menentukan, mengukur dan menyimpulkan proses yang dialaminya melalui lembar kerja siswa.
   C.      Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran mengenai penerapan, perencanaan, dan pelaksanaan model kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran konsep keliling dan luas pada bangun persegipanjang pada siswa kelas III Sdn Citimun Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang.
   D.      Manfaat Penelitian
1.       Manfaat praktis
a.       Bagi siswa : menjadikan pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan.
b.      Bagi guru : meningkatkan profesionalisme guru dalam melakukan pembelajaran.
2.        Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis.
   E.       Batasan Istilah
1.       Model Kontekstual : suatu model yang menekankan pada keterkaitan konseo-konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.
2.       Pemahaman : kemampuan siswa dalam memahami konsep, indikator dari keberhasilan siswa yaitu siswa mampu menyeleseikan soal yang berhubungan dengan konsep.
3.       Pengertian keliling : keseluruhan jumlah ukuran sisi dalam bangun datar.
4.       Pengertian luas : banyak petak dalam suatu bangun datar.
5.       Pengertian persegi : suatu bangun datar yang memiliki empat sis dengan ukuran sisi yang sama panjang.
6.       Pengertian persegipanjang : suatu bangun datar yang memiliki empat sisi dengan ukuran sisi yang berhadapan sama panjang.  


BAB II
 KAJIAN PUSTAKA
   A.      Hakikat Matematika
1.       Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu mathema yang artinya pengkajian, pembelajaran atau arti yang lebih luasnya yaitu pengkajian matematika. Sama hanya kata lainnya, mathematike, mathein, atau mathenen mempunyai arti yang kurang lebih sama dengan mathema (Subarinah, 2006)
Menurut James dan James (Suwangsih, 2006: 4) matematika adalah suatu ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi atas tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terdiri atas empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometria, dan analisis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu terstruktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat. Karena keabstrakannya itu, guru harus benar-benar merencanakan penyampaian agar ilmu matematika yang diajarkan dapat dipahami dan diterapkan siswa yang masih berfikir konkret dlam kehidupan sehari-hari.
2.       Karakteristik Matematika
Ruseffendi (1992) mengungkapkan  bahwa matematika memiliki kekhasan tersendiri yaitu :
a.       Keabsahan dan kebenaran pola pikir
b.      Menyelesaikan dan mengkaji bentuk-bentuk informasi.
c.       Mengumpulkan, menyajikan, mengolah, dan menafsirkan data.
3.       Manfaat Matematika
Manfaat matematika menurut Russefendi (1992) yaitu sebagai berikut :
a.       Dengan belajar matematika, manusia dapat menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat.
b.      Matematika dapat dipergunakan untuk melihat fakta dan menjelaskan persoalan.
c.       Matematika membantu pengembangan ilmu lain.
d.      Matematika berguna sebagai penunjang alat-alat canggih. 
4.       Peran Matematika
Yusuf (2008) dan Choto (2009) mengemukakan peran matematika yaitu sebagai berikut :
a.       Matematika berperan dalam mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari.
b.      Matematika berperan mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika.
   B.      Teori Belajar
1.       Teori Belajar Jean Piaget
a.       Tahap sensori motor (lahir-2 tahun)
b.      Tahap Praoperasional  (2-7 tahun)
c.       Tahap Operasi Konkret (7-12 tahun)
d.      Tahap Operasi Formal (11 tahun –dewasa)
2.       Teori Belajar Van Hiele
a.       Tahap visualisasi/pengenalan
b.      Tahap analitis
c.       Tahap pengurutan
d.      Tahap deduksi
e.      Tahap akurasi/rigor
3.       Teori Belajar Robert M. Gagne
a.      Fase apprehending
b.      Fase acquisition
c.       Fase storage
d.      Fase retrieval
4.       Teori Operant Conditioning (Skinner)
a.      Respondent response
b.      Operant response
   C.      Pembelajaran Matematika
1.       Pengertian Pembelajaran
Rooijakkers (2003) mengatakan bahwa poses belajar (pembelajaran) merupakan sesuatu yang harus ditempuh seseorang untuk mengerti sesuatu hal yang sebelumnya tidak diketahui. Siswa yang telah mengikuti pembelajaran dapat disebut telah mengerti sesuatu hal, apabila siswa tersebut juga dapat menerapkan dalam kehidupannya.  Pembelajaran menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 20 (Ambarita, 2006: 63) yaitu suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
UNESCO melalui Commision of Education for the Twenty First Century (Tilaar, 1999) mengusulkan empat pilar belajar, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, learning to be. Apabila keempat pilar tersebut diterapkan, diharapkan proses pembelajaran memungkinkan siswa dapat menguasai cara memperoleh pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya, berinteraksi secara aktif dengan sesama siswa lain sehungga dapat menemukan makna dalam diri siswa tersebut.
2.       Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah sejalan dengan pendapat DePorter, Reardon, dan Nourie (2005: 5) yang mempunyai prinsip “ bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Artinya bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar pada dasarnya adalah berpusat pada kegiatan siswa belajar.
3.       Tujuan Pembelajaran Matematika
Bloom (Ruseffendi, 1992: 304) yang dikenal dengan taksonomi Bloom. Menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan itu terdiri dari tiga domain yaitu daerah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif berkaitan dengan kemampuan berfikir siswa, afektif brhubungan dengan sikap dan nilai, dan psikomotor berhubungan dengan gerak.
4.       Kondisi Aktual Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika dewasa ini telah mengalami banyak perubahan, baik dalam hal model maupun strategi. Hal ini dikarenakan banyaknya inovasi yang bermunculan baik dari para ahli pendidikan maupun dari pemerintah sendiri, tidak semata-mata berpaku pada pembelajaran konvensional namun lebih memperhatikan aspek-aspek lain yang turut berpengaruh terhadap pembelajaran matematika, seperti lingkungan sekitar, bahan ajar yang disajikan, dan lain sebagainya, hal ini turut berpengaruh pula terhadap keberhasilan siswa dalam memahami materi.
 Namun pada kenyataannya hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan oleh guru, karena perlu pemahaman dan pemikiran yang mendalam terkait dengan pemilihan model, media, materi, alat evaluasi, dan unsur lainnya yang terkait dengan pembelajaran matematika, sehingga hal ini akan menjadi tugas yang berat bagi guru yang kurang memahami dan kurang terampil untuk dapat menyajikan pembelajaran sesuai dengan tuntutan dalam waktu yang tepat sesuai yang direncanakan. 
   D.      Model Kontekstual
1.       Pengertian Model Kontekstual
Model diartikan sebagai suatu contoh konseptual atau prosedural, dari suatu progrem, sistem atau proses yang dapat dijadikan acuan atau pedoman, dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan (Ambarita, 2006).
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dijabarkan oleh COR (Center for Occupational Research) dalam Muslich (2007: 41) menjadi lima konsep yang disingkat menjadi REACT, yaitu sebagai berikut:
a.       Relating; bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata.
b.      Experiencing; belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan.
c.       Applying; belajar dalam rangka penerapan kebutuhan praktis.
d.      Cooperating; belajar untuk mendapatkan pengalaman yang baru.
2.       Karakteristik Model Kontekstual (menurut Sanjaya, 2006)
a.      Activating knowledge
Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
b.      Aquiring knowledge
Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
c.       Understanding knowledge
Pemahaman pengetahuan artinya pemahaman yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
d.      Applying knowledge
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
e.       Reflecting knowledge
Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan, hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan strategi.
3.       Latar Belakang Munculnya Model Kontekstual
a.       Latar belakang fisiologis
b.      Latar belakang psikologis
4.       Asas-Asas Dalam Model Kontekstual
a.      Konstruktivism
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
b.      Inkuiri
Inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.
c.       Questioning
Sanjaya (2006:120) mengemukakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
d.      Learning Community
Konsep masyarakat belajar dalam model kontekstual dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
e.       Modeling
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu yang dapat ditiru oleh setiap siswa.


f.        Reflection
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
g.      Authentic assessment
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa.
5.       5 Bentuk Belajar Dalam Model Kontekstual (menurut Supinah, 2008) :
a.       Pembelajaran berdasar masalah.
Problem based learning yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa.
b.      Pembelajaran kooperatif
Cooperative learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan proses kerja sama dalam kelompok pembelajaran kecil.
c.       Pembelajaran berdasar proyek
Projek based learning adalah suatu pendekatan yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkontruksi pembelajarannya.
d.      Pembelajaran pelayanan
Service learning yaitu pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru.
e.      Pembelajaran berdasar kerja
Work based learning yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan kontek tempat kerja untuk mempelajari materi ajar.
   E.       Geometri
1.       Pengertian Geometri : Geometri berkaitan erat dengan unsur-unsur yang tidak terdefinisi seperti titik, garis, kurva, ataupun bidang, dan dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan tersebut membangun unsur-unsur yang dapat didefinisikan (Maulana, 2006). Belajar geometri adalah belajar matematis, yaitu meletakkan struktur hierarki dari konsep-konsep yang lebih tinggi berdasarkan apa yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga dalam belajar geometri seseorang harus mampu menciptakan kembali semua konsep yang ada dalam fikirannya.
2.       Pembelajaran Geometri : di dunia ini benda-benda yang terlihat rata atau datar belum tentu memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai bangun datar. Sebagai batasan, selembar kertas yang rata, lantai yang rata, dan benda lainnya yang mengabaikan ketebalannya, benda-benda tersebut disebut model dari bangun datar. Maulana (2007) mengemukakan bahwa bangun datar adalah kurva tertutup sederhana yang membentuk ruas-ruas garis yang disebut segi banyak (poligon), terdapat poligon yang semua sisi dan sudutnya kongruen dan pada penelitian ini dibatasi pada poligon beraturan bersisi empat yaitu bangun persegi dan persegipanjang.
   F.       Temuan Hasil Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh I’anah (2007) dan Istikomah (2008) sama-sama mengangkat model kontekstual sebagai model pembelajaran dalam penelitiannya dan diperoleh hasil dari dua penelitian tersebut bahwa terjadi peningkatan pemahaman sesuai dengan tujuan penelitian masing masing.
   G.     Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, pemecahan masalah, dan kajian pustaka yang telah di paparkan sebelumnya, maka hipotesis tindakan penelitian tindakan ini adalah : “ Jika model kontekstual diterapkan dalam pembelajaran konsep keliling dan luas pada bangun persegi dan persegipanjang, maka pemahaman pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Citimun 1 akan meningkat”.

BAB III
 METODE PENELITIAN
   A.      Lokasi Dan Waktu Penelitian
1.       Lokasi penelitian yaitu di SD Negeri Citimun 1 Jalan Tanjung Kerta Desa Citimun Kecamatan Cimalaka Kabupaten sumedang.
2.       Waktu penelitian selama 5 bulan dari Bulan Februari sampai Bulan Juni Tahun 2010.
   B.      Subjek Penelitian
Siswa kelas III SDN Citimun I tahun ajaran 2009/2010. Jumlah keseluruhan 26 siswa, terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.
   C.      Metode Dan Desain Penelitian
1.       Metode yang digunakan yaitu metode penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan pengolahan data secara kualitatif.
2.       Desain penelitian yang dipilih yaitu Model Spiral Kemmis dan Mc. Taggart (Kasbolah, 1998: 114) yang dimulai dari suatu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
   D.      Prosedur Penelitian
1.       Tahapan perencanaan, meliputi ijin administratif, pengkajian RPP secara menyeluruh, pemilihan prosedur penelitian, melakukan penelitian awal, pengkoordinasian dengan praktisi, perumusan langkah-langkah, dan terakhir yaitu pemilihan prosedur evaluasi penelitian.
2.       Tahap pelaksanaan, meliputi tahap-tahap pembelajaran yang tersaji dalam RPP.
3.       Tahap observasi, dilakukan selama terjadi proses pembelajaran.
4.       Tahap refleksi, pada tahap ini, data yang diperoleh kemudian diurai, dipahami, diuji, dan dibandingkan dengan pemerolehan data sebelumnya sehingga dapat ditarik kesimpulannya.
   E.       Instrumen Penelitian
1.       Pedoman Observasi, pedoman observasi ini merupakan alat dari teknik observasi yang dilakukan oleh observer baik pada objek penelitian yaitu aktifitas siswa, maupun pada aktifitas guru sehingga dapat terkumpul data yang diperlukan secara lengkap.
2.       Pedoman wawancara, proses wawancara ini dilakukan berupa proses tanya jawab yang dilakukan pewawancara kepada subjek penelitian dan pihak-pihak yang terkait.
3.       Tes, dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa.
4.       Catatan lapangan, berisikan hal-hal yang terjadi selama berlangsungnya kegiatan penelitian ini.

   F.       Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
1.       Teknik pengolahan data
a.       Pengolahan data proses, meliputi aktifitas siswa (keaktifan, motivasi, kerjasama, dan disiplin) dan kinerja guru
b.      Pengolahan data hasil, dengan memperhatikan ketuntasan klasikal 100% pada pemahaman materi yang didasarkan pada KKM yaitu sebesar 63,67 dan aktifitas siswa yaitu 75% dari tiap aspeknya.
2.       Analisis data
a.       Reduksi data, peneliti melakukan pemilihan dan pemusatan perhatian pada data kasar sehingga diperoleh informasi hasil tindakan.
b.      Paparan data, data dikembangkan mendaji sebiah deskripsi umum yang tersusun sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan.
c.       Penyimpulan, dengan memperhatikan expert opinion.
   G.     Validasi Data
Validasi data yang digunakan yaitu member check, triangulasi, dan audit trail.

BAB IV
PAPARAN DAN PEMBAHASAN
   A.      Paparan Data Awal
Observasi awal dilaksanakan tanggal 18 Desember 2009 menghasilkan data sebagai berikut:
1.       Kinerja guru : kurangnya kesiapan guru dalam persiapan pembelajaran.
2.       Aktivitas siswa : persentase keberhasilan dalam aspek keaktifan sebesar 54,17%, aspek motivasi sebesar 51,04%, aspek kerja sama dan aspek disiplin 0%
3.       Tes : besar persentase ketuntasan 9,1%
4.       Wawancara : sebagian besar siswa menganggap materi matematika sulit untuk dipahami.
Kesimpulan : pembelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep keliling dan luas pada bangun persegi dan persegipanjang belum optimal dilaksanakan.
   B.      Papara Data Tindakan
1.       Siklus I
Menetapkan guru kelas III sebagai praktikan, sedangkan wali kelas III sebagai observer kinerja guru, peneliti bersama dengan seorang rekan sejawat bertindak sebagai observer terhadap aktivitas siswa. Segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran disiapkan dengan seksama dengan validasi data yaitu audit trail.
Perolehan data pada siklus I :
a.       Kinerja guru : persentase kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sebesar 90,22%
b.      Aktivitas siswa : persentase keberhasilan pada aspek keaktifan sebesar 63,94%, aspek motivasi sebesar 56,25%, aspek kerja sama sebesar 58,18% dan aspek disiplin sebesar 75,48%
c.       Tes : persentase ketuntasan klasikal sebesar 51,83%
2.       Siklus II
a.       Kinerja guru : persentase kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sebesar 100%
b.      Aktivitas siswa : persentase keberhasilan pada aspek keaktifan sebesar 64,85%, aspek motivasi sebesar 71,63%, aspek kerja sama sebesar 69,71% dan aspek disiplin sebesar 76,92%
c.       Tes : persentase ketuntasan klasikal sebesar 71,83%
3.       Siklus III
a.       Kinerja guru : persentase kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sebesar 100%
b.      Aktivitas siswa : persentase keberhasilan pada aspek keaktifan sebesar 76,93%, aspek motivasi sebesar 77,41%, aspek kerja sama sebesar 76,45% dan aspek disiplin sebesar 85,58%
c.       Tes : persentase ketuntasan klasikal sebesar 100%
   C.      Pembahasan
Berdasarkan paparan diatas, dapat dilihat terjadi peningkatan kinerja guru, aktifitas siswa, dan hasil tes siswa yang telah memenuhi indikator yang ditentukan sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model kontekstual dalam konsep keliling dan luas pada bangun persegi dan persegi panjang pada siswa kelas III di SD Negeri Citimun 1 memberi pengaruh positif terhadap upaya peningkatan pemahaman siswa sehingga hipotesis tindakan dapat diterima secara logis.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
   A.      Kesimpulan
Model Kontekstual menjadi alternatif pilihan guru dalam pembelajaran agar dapat meningkatkan pemahaman siswa.
   B.      Saran
Pelajaran matematika perlu mendapatkan perhatian khusus agar tidak lagi dianggap sulit oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Choto, Aan. (2009). Definisi dan Kharakteristik matematika. [Online]. Tersedia di : http://sman1ampekangkek.com (1mei2010)
Deporter, Bobi; Reardon dan Nourie (2005) Quantum teaching: Mempraktikkan Quantum learning di Ruang ruang kelas. Terjemahan Ary Nilandari. Bandung: Kaifa
Suwangsih , Erna dan Tiurlina. (2006) Model pembelajaran matematika.Bandung: UPIPRESS


LAMPIRAN-LAMPIRAN


Pengalaman Membuat Sabun Pertama Kali

     Rasa penasaran terhadap hal baru membawa saya pada sebuah kursus online gratis yang diadakan oleh Dayana School, tau lah ya, sebagai em...